
Penulis : Muhammad Farhan Maulana (Tenaga Ahli Peliputan)
Sumber : NFA RI
Editor : Zainul Effendi Joesoef (Pranata Humas Ahli Muda)
Temuan beras berlabel premium namun tidak sesuai mutu yang beredar di pasaran memicu perhatian serius pemerintah. Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri menemukan adanya penyimpangan antara label kemasan dan kualitas isi. Hal ini menjadi sorotan dalam upaya pembenahan ekosistem perberasan nasional.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Jakarta pada hari Jumat, 25 Juli 2025. Ditegaskan bahwa langkah hukum akan tetap dilakukan namun dengan pendekatan ultimum remedium, yaitu sebagai pilihan terakhir. Langkah ini diambil untuk menjaga ketersediaan beras di pasaran tanpa perlu melakukan penarikan produk secara besar-besaran.
“Tidak ada penarikan stok. Hanya saja harganya harus disesuaikan dengan kualitas beras yang sebenarnya. Jika kadar broken rice mencapai 20 persen, maka harga beras harus berada di kisaran Rp 12.500 sampai Rp 14.900 khususnya di Zona 1,” jelasnya. Sejumlah ritel pun mulai menyesuaikan harga. Terjadi penurunan harga sekitar Rp 1.000 untuk kemasan 5 kilogram oleh sebagian pelaku usaha. Disampaikan bahwa NFA akan mendorong penyesuaian serupa demi transparansi kepada konsumen.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan NFA per 25 Juli 2025, terlihat tren penurunan harga rata-rata beras secara nasional. Di Zona 1, harga beras premium turun menjadi Rp 15.458 per kilogram. Sementara itu, di Zona 2 turun menjadi Rp 16.552 per kilogram dan di Zona 3 menjadi Rp 18.114 per kilogram.
Penurunan juga terjadi pada beras medium. Di Zona 1 turun menjadi Rp 13.898 per kilogram. Zona 2 turun menjadi Rp 14.554 dan Zona 3 menjadi Rp 16.259 per kilogram. “Langkah ini penting agar stok tetap tersedia, tetapi harganya proporsional terhadap kualitasnya. Kalau mutu turun, harga pun harus turun,” ungkapnya.
Satgas Pangan Polri menemukan 3 produsen yang diduga mengedarkan beras berlabel premium yang tidak sesuai standar mutu. Penyimpangan meliputi kadar air, tingkat patahan beras (broken rice), dan ketidaksesuaian berat isi kemasan.
“Keseimbangan harga harus menjaga 3 hal, keuntungan pelaku usaha, harga baik untuk petani, dan daya beli konsumen. Label di kemasan harus sesuai. Kalau tertulis 5 kilogram, isinya harus 5 kilogram. Kalau tertulis premium, harus sesuai standar premium,” tegasnya.
Dipastikan hingga kini belum ditemukan kandungan zat kimia berbahaya dalam beras-beras yang diteliti. Persoalan utama masih seputar mutu fisik dan kejujuran label. Temuan ini merupakan hasil tindak lanjut dari investigasi yang dimulai sejak temuan awal oleh Kementerian Pertanian pada 26 Juni 2025. Pemerintah sebelumnya telah memberikan waktu 2 minggu kepada pelaku usaha untuk melakukan perbaikan.
Disampaikan bahwa berdasarkan regulasi, label kemasan produk pangan segar seperti beras diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2024. “Pelanggaran terhadap label, mutu, dan keamanan pangan bisa dikenai sanksi sesuai Pasal 12 regulasi tersebut,” ujarnya. Masyarakat dapat turut serta dalam pengawasan dengan mengecek izin edar Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) melalui laman resmi sipsat.badanpangan.go.id.
#beraspremium #satgaspangan #mutupangan #transparansiharga #pengawasanpangan #hargaberas #labeljujur #berasbermutu #lindungikonsumen #ultimumremedium #beraspremiumtakpremium #ceklabelcekmutu #berasjujuruntukrakyat #jagastokjagamutu #hargasesuaimutu