Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia bekerja sama dengan Dinas Kesbangpol Kabupaten Kukar menggelar acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Stakeholder Pada Kawasan Rawan Narkoba di Kabupaten Kukar. Kegiatan tersebut berlangsung pada hari ini, Rabu(6/7/22) bertempat di Hotel Grand Fatma Tenggarong.
Bimtek dibuka Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) RI. Irjen Pol Tagam Sinaga dan dihadiri Kepala BNN Provinsi Kaltim Brigjen Pol Wisnu Andayana, Asisten 1 Kukar Akhmad Taufik Hidayat, Kepala Dinas Kesbangpol Rinda Desianti, Kepala Desa Muara Wis, Muara Muntai, Muara Kaman, dan Seketaris Camat Kota Bangun Kabupaten Kukar, serta para peserta bimtek dari OPD Kukar. Bimtek tesebut menghadirkan Akhmad Taufik Hidayat, Rinda Desianti, dan Mohamad Kashuri Balai POM Samarinda sebagai narasumber.
Deputi Pemberdayaan Masyarakat BNN RI Irjen Pol.Tagam Sinaga dalam sambutannya mengatakan bahwa kultivasi narkotika di Indonesia ada beberapa diantaranya adalah ganja di Aceh dan Sumatera Utara, khat di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan kratom di Kalimantan, serta jamur psilocybin di Bandung dan Bali.
Disampaikannya bahwa tanaman kratom atau dikenal dengan nama lokal kedemba memiliki efek opioid yakni zat pereda nyeri sedang hingga berat. Zat yang terkandung di dalamnya seperti pada morpin. Dalam dunia medis efek opioid digunakan untuk mengendalikan rasa sakit setelah operasi yang potensial menyebabkan ketergantungan pada penggunanya.
Dijelaskannya bahwa tanaman kademba atau kratom dikenal juga sebagai biak biak, ketum, atau maeng da merupakan tanaman dari family kopi kopian. Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang banyak tumbuh di indonesia, Malaysia dan Thailand. Disampaikannya bahwa penggunaan kratom pertama kali dilaporkan tahun 1836 oleh orang melayu sebagai pengganti opium dan berhasil diidentifikasi kandungannya pada tahun 1921, yaitu mitragynine dan 70H-Mitragynine.
“Pada masa itu penggunaan kratom adalah untuk pengganti kecanduan opium yang saat itu sedang menjadi permasalahan pada abad ke 19. Survey oleh European Monitoring Centre For Drugs and Drug Addiction pada tahun 2008 dan 2011 menjelaskan bahwa kratom merupakan New Psychoactive Substances (NPS) yang paling banyak diperdagangkan. UNODC memasukan kratom dalam kategori zat yang termasuk NPS golongan Plant Base Substances tahun 2013,” ujarnya.
Ditambahkan Deputi BNN RI Tagam Sinaga bahwa saat ini telah dilakukan pembahasan antara komite nasional perubahan penggolongan narkotika dan psikotropika dengan lintas kementerian / lembaga terkait tanaman kratom. Disepakati bahwa kratom akan ditetapkan sebagai narkotika golongan 1 dalam Peraturan Menteri Kesehatan dengan masa peralihan 5 tahun atau hingga tahun 2024.
“Kratom digolongkan narkotika golongan 1 dengan masa peralihan dengan mempertimbangkan komparasi regulasi dibeberapa negara yang mengatur kratom sebagai narkotika yang tidak boleh beredar dan digunakan hanya untuk keperluan medis. Khasiat dan mutu kratom sebagai obat belum memadai, kasus penggunaan kratom dibeberapa negara lebih mengindikasikan penggunaan untuk rekreasional ketimbang sebagai obat,” pungkasnya.